Teater Tradisional
Teater Tradisional
Oleh Dosen Pendidikan 2
Untuk di Indonesia
sendiri teater adalah salah satu bentuk kebudayaan yang dimana disajikan oleh
sekelompok orang di hadapan khalayak ramai. Bila dimaknai dalam arti luas,
teater ialah sebuah drama atau kisah kehidupan manusia yang kemudian di
pentaskan di atas panggung, ditujukan untuk menjadi hiburan bagi banyak orang
dengan didasarkan pada naskah tertulis dan di dukung oleh nyanyian, tarian dan
sebagainya.
Jenis teater sendiri
dapat di bagi menjadi dua bagian dan keduanya saling mengikat serta memberi
pengaruh satu sama lain. Kedua jenis teater tersebut dikenal dengan sebutan
teater tradisional dan teater non tradisional “teater modern”.
Pengertian Teater Tradisional
Dalam hal teater
tradisional atau juga dikenal dengan istilah “teater daerah” merupakan suatu
bentuk pertunjukan dimana para pesertanya berasal dari daerah setempat dengan
cerita yang bersumber dari kisah-kisah yang sejak dulu telah berakar dan
dirasakan sebagai milik sendiri oleh setiap masyarakat yang hidup di lingkungan
tersebut, misalnya mitos atau legenda dari daerah itu.
Dalam teater
tradisional, segala sesuatunya disesuaikan dengan kondisi adat istiadat, diolah
sesuai dengan keadaan sosial masyarakat, serta struktur geografis masing-masing
daerah. Teater tradisional memiliki ciri-ciri yang spesifik kedaerahan dan
menggambarkan kebudayaan lingkungannya.
Ciri-Ciri Teater Tradisional
Teater tradisional
tiap-tiap daerah memiliki keunikan yang berbeda-beda. Namun, secara umum teater
tradisional memiliki ciri-ciri yang bersifat sama (kecuali teater transisi),
yaitu :
1. Tidak ada Naskah
Teater tradisional
biasanya tidak menggunakan naskah. Para pelaku hanya diberi garis besar
ceritanya (Wos). Mereka berbicara secara spontan mengikuti pembicaraan pelaku
lain. Oleh karena itu, pelaku dituntut bisa berimprovisasi. Jika tidak bisa,
jalannya pertunjukan akan tersendat-sendat.
2. Persiapan Dilakukan Secara Sederhana
Pada umumnya teater
tradisional tidak memiliki perencanaan yang formal dan tidak ada penjadwalan
secara rinci. Persiapan, latihan, dan persiapan dilaksanakan secara sederhana.
Misalnya, persiapan dilakukan tanpa menggunakan naskah, pelaku hanya diberi garis
besar ceritanya. Sutradara tidak membuat perencanaan latihan secara formal,
latihan hanya dilakukan pada saat akan pentas. Pada saat pelaksanaan, persiapan
peralatan pun dilakukan secara sederhana. Dekorasi, tata rias, tata busana,
tata lampu, dan tata musik dipersiapkan secara sederhana juga.
3. Ceritanya Monoton
Cerita teater
tradisional biasanya monoton, tidak beragam dan tidak bervariasi seperti
bervariasinya kehidupan manusia. Biasanya cerita diambil dari cerita rakyat
daerah setempat, seperti dongeng, hikayat, atau cerita kepahlawanan (epos)
daerah setempat. Ini berbeda dengan teater modern yang ceritanya lebih
bervariasi. Teater modern bercerita tentang segala aspek kehidupan manusia,
seperti keagamaan, ekonomi, kemasyarakatan dan budaya.
4. Menyatu dengan Masyarakat
Teater tradisional
bersifat fleksibel, artinya pertunjukan itu bisa dilaksanakan dimana saja,
teater tradisional tidak memerlukan tempat khusus. Bahkan, bisa menyatu dengan
masyarakat. Hal ini disebabkan karena teater tradisonal tidak memerlukan
perlengkapan yang kompleks.
Jenis Teater Tradisional
Berikut ini terdapat
beberapa jenis Teater Tradisional, terdiri atas:
1. Teater rakyat
Sifat teater rakyat sama
halnya seperti tradisional, yaitu improvisasi, sederhana, spontan dan menyatu
dengan kehidupan rakyat. Contohnya antara lain: Makyong dan Mendu didaerah Riau
dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat, Ketoprak, Srandul,
Jemblung di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
2. Teater Klasik
Sifat teater ini sudah
mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku yang
terlatih, gedung pertunjukkan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan
kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan.
Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contohnya: wayang kulit,
wayang orang dan wayang golek. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya tarik
berkat kretatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan lakon.
3. Teater Transisi
Teater transisi
merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Jenis teater seperti komedi
istambul, sandiwara dardanela, srimulat dan sebagai contoh, pola ceritanya sama
dengan ludruk atau ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern.
Musik, dekor dan properti lain menggunakan tehnik barat.
Contoh Teater Tradisional
Berikut ini terdapat
beberapa contoh Teater Tradisional, terdiri atas:
- Wayang
Wayang dikenal sejak
zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia
memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut
hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Wayang
merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan
Bali.
Pertunjukan wayang telah
diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang
mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat
berharga. G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa wayang dalam bahasa/kata Jawa berarti:
bayangan.
- Makyong
Makyong adalah seni
teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan
sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. Makyong
dipengaruhi oleh budaya Hindu-Buddha Thai dan Hindu-Jawa.
Nama makyong berasal
dari mak hyang, nama lain untuk dewi sri, dewi padi. Makyong adalah teater
tradisional yang berasal dari Pulau Bintan, Riau. Makyong berasal dari kesenian
istana sekitar abad ke-19 sampai tahun 1930-an. Makyong dilakukan pada siang
hari atau malam hari. Lama pementasan ± tiga jam.
- Drama
Gong
Drama Gong adalah sebuah
bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan
dengan jalan memadukan unsur- unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan
unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan
pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional
(Bali).
Karena dominasi dan
pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula
Drama Gong disebut “drama klasik”. Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian
ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana
dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan
sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase
(Gianyar).
Drama Gong mulai
berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970.
Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun
popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaaDrama Gong yang masih
aktif.
- Randai
Randai adalah kesenian
(teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh
beberapa orang (berkelompok atau beregu). Randai dapat diartikan sebagai
“bersenang-senang sambil membentuk lingkaran” karena memang pemainnya berdiri
dalam sebuah lingkaran besar bergaris tengah yang panjangnya lima sampai
delapan meter. Cerita dalam randai, selalu mengangkat cerita rakyat
Minangkabau, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan
cerita rakyat lainnya.
Konon kabarnya, randai
pertama kali dimainkan oleh masyarakat Pariangan, Padang Panjang, ketika mereka
berhasil menangkaprusa yang keluar dari laut. Kesenian randai sudah dipentaskan
di beberapa tempat di Indonesia dan bahkan dunia. Bahkan randai dalam versi
bahasa Inggris sudah pernah dipentaskan oleh sekelompok mahasiswa di University
of Hawaii, Amerika Serikat.
Kesenian randai yang
kaya dengan nilai etika dan estetika adat Minangkabau ini, merupakan hasil
penggabungan dari beberapa macam seni, seperti: drama (teater), seni musik,
tari dan pencak silat.
- Mamanda
Mamanda adalah seni
teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong
dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini
membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang
disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup
Asal muasal Mamanda
adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka
tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan.
Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan
bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar
dengan Badamuluk.
- Longser
Longser merupakan salah
satu bentuk teater tradisional masyarakat sunda, Jawa barat. Longser berasal
dari akronim kata melong (melihat dengan kekaguman) dan saredet (tergugah) yang
artinya barang siapa yang melihat pertunjukan longser, maka hatinya akan tergugah.
Longser yang penekanannya pada tarian disebut ogel atau doger. Sebelum longser
lahir dan berkembang, terdapat bentuk teater tradisional yang disebut lengger.
Busana yang dipakai
untuk kesenian ini sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana
yang dipakai oleh ronggeng. Biasanya seorang ronggeng memakai kebaya dan kain
samping batik. Sementara, untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana
sontog dan ikat kepala.
- Ketoprak
Ketoprak merupakan
teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah
Jawa Tengah. • Kata ‘kethoprak’ berasal dari nama alat yaitu Tiprak. Kata
Tiprak ini bermula dari prak. Karena bunyi tiprak adalah prak, prak, prak.
Dalam bahasa Jawa
terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu: – Bahasa Jawa biasa
(sehari-hari) – Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi) – Bahasa Jawa kromo
inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi) Menggunakan bahasa dalam ketoprak,
yang diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga
kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa
dengan bahasa yang halus dan spesifik.
- Ludruk
Ludruk merupakan salah
satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang
umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Ludruk merupakan suatu drama
tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan
disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari
(cerita wong cilik), cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi
dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog dalam
ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa
khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti
Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang
digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek
(tukang becak, peronda, sopir angkutan umum, dll).
- Lenong
“Lenong” adalah seni
pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi, Jakarta. Lenong berasal dari
nama salah seorang Saudagar China yang bernama Lien Ong. Pada zaman dahulu
(zaman penjajahan), lenong biasa dimainkan oleh masyarakat sebagai bentuk
apresiasi penentangan terhadap tirani penjajah. Pada mulanya kesenian ini
dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung.
Pertunjukan diadakan di
udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang
aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. kedua jenis
lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya
menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman
menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
- Ubrug
“Ubrug” di Pandeglang
dikenal sebagai kesenian tradisional rakyat yang semakin hari semakin dilupakan
oleh penggemarnya. Istilah ‘ubrug’ berasal dari bahasa Sunda ‘sagebrugan’ yang
berarti campur aduk dalam satu lokasi. • Kesenian ubrug termasuk teater rakyat
yang memadukan unsur lakon, musik, tari, dan pencak silat. Semua unsur itu
dipentaskan secara komedi.
Bahasa yang digunakan
dalam pementasan, terkadang penggabungan dari bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu
(Betawi). Alat musik yang biasa dimainkan dalam pemenetasan adalah gendang,
kulanter, kempul, gong angkeb, rebab, kenong, kecrek, dan ketuk.
Unsur-Unsur Teater Tradisional
Berikut ini terdapat
beberapa unsur-unsur teater tradisional, terdiri atas:
1. Tema
Tema adalah pikiran
pokok yang mendasari kisah drama. Pikiran pokok tersebut di kembangkan
sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru dan menarik. Tema dapat
di persempit menjadi topik kemudian topik tersebut di kembangkan menjadi kisah
dalam teater dengan dialpg-dialognya. Sementara itu, judul dapat diambil dari
isi ceritanya.
2. Plot
Plot adalah rangkaian
peristiwa atau jalan kisah dalam drama. Plot terdiri atas konflik yang
berkembang secara bertahap, dari sederhana menjadi kompleks, klimaks, sampai
penyelesaian. Tahapan plot yaitu sebagai berikut:
·
Eksposisi
Perkenalan tokoh melalui
adegan-adegan dan dialog yang mengantarkan penonton pada keadaan yang nyata.
·
Konflik
Pada tahapan ini mulai
ada kejadian atau peristiwa atau insiden yang melibatkan tokoh dalam masalah.
·
Komplikasi
Insiden yang terjadi
mulai berkembang dan menimbulkan konflik semakin banyak, rumit dan saling
terkait tetapi belum tampak pemecahan masalahnya.
·
Klimaks
Berbagai konflik telah
sampai pada puncaknya atau puncak ketegangan bagi para penonton. Disinilah
konflik atau pertikaian antar tokoh semakin memanas.
·
Penyelesaian
Tahap ini merupakan
akhir penyelesaian konflik. Disini, penentuan ceritanya akan berakhir
menyenangkan, mengharukan, tragis, atau menimbulkan sebuah teka-teki bagi para
penonton.
3. Penokohan
Penokohan dalam teater
mencakup beberapa hal di antaranya sebagai berikut:
·
Aspek Fsisikologis
Aspek ini berkaitan
dengan penamaan, pameran dan keadaan fisik tokoh. Keadaan fisik antara lain
tinggi, pendek, warna rambut, rambut panjang, gemuk, kurus atau warna kulit.
·
Aspek Sosiologis
Aspek ini berkaitan
dengan keadaan sosial tokoh, yaitu interaksi atau peran sosial tokoh dengan
tokoh lain.
- Aspek sosiologis
Aspek ini berkaitan
dengan karakter yaitu keseluruhan ciri-ciri jiwa atau kepribadian seorang
tokoh. Jenis karakter dalam sebuah pementasan teater antara lain protagonis,
antagonis, figuran serta tritagonis.
Penokohan/karakter
pelaku utama adalah pelukisan karakter/kepribadian pelaku utama. Penokohan erat
hubungannya dengan perwatakan. Penokohan berhubungan dengan nama pelaku, jenis
kelamin, usia, bentuk fisik, dan kejiwaannya. Perwatakan berhubungan dengan
sifat pelaku. Dalam teater penokohan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam,
yaitu:
1.
Tokoh protagonis, yaitu
tokoh yang pertama kali mengambil prakarsa dalam cerita. Tokohprotagonis adalah
tokoh yang pertama mengalami benturan-benturan atau masalah, memiliki sifatyang
baik sehingga penonton biasanya berempati.
2.
Tokoh antagonis, yaitu
tokoh yang menentang tokoh protagonis atau tokoh yang menentang cerita. Tokoh
antagonis biasanya memiliki sifat jahat.
3.
Tokoh tritagonis, yaitu
tokoh penengah serta pendamai dua pihak (tokoh protagonis dan tokohantagonis)
dan penyelesaian ketegangan.
4. Dialog
Dialog adalah percakapan
antar tokoh (yang bersamaan dalam satu gerak atau adegan) untuk merangkai
jalannya kisah. Dialog harus mendukung karakter tokoh, mengarahkan plot dan
mengungkap makna yang tersirat.
5. Bahasa
Bahasa merupakan bahan
dasar naskah atau skenario dalam wujud kata dan kalimat. Kata dan kalimat harus
dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara komunikatif dan efektif.
6. Ide dan Pesan
Ide dan pesan dalam
pertunjukan harus bisa di tuliskan oleh penulis dan di implementasikan di atas
panggung oleh pemeran. Ide bisa di dapat dengan cara merekayasa secara logis,
sehingga selain dapat menghibur, pementasan teater juga menampilkan pesan moral
melalui nilai-nilai pendidikan.
7. Setting
Setting atau latar
adalah keadaan tempat dan suasana terjadinya suatu adegan di panggung. Setting
ini bisa mencakup tata panggung dan tata lampu.
https://www.dosenpendidikan.co.id/teater-tradisional-dan-modern/
Comments
Post a Comment