NASKAH LAKON


NASKAH TEATER INDONESIA

A.   SEJARAH NASKAH INDONESIA

Naskah teater pertama yang menggunakan bahasa Indonesia adalah Bebasari karya Rustam Effendi, seorang sastrawan, tokoh politik, yang terbit tahun 1926. Naskah teater sebelumnya ditulis dalam bahasa Melayu-Tionghoa, bahasa Belanda, dan bahasa Daerah.

Kemudian, muncul naskah naskah drama berikutnya yang ditulis sastrawan Sanusi Pane, Airlangga tahun 1928, Kertadjaja tahun 1932, dan Sandyakalaning Madjapahit tahun 1933. Muhammad Yamin menulis drama Kalau Dewi Tara Sudah Berkata tahun 1932, dan Ken Arok tahun 1934.

A.A. Pandji Tisna menulis dalam bentuk roman, Swasta Setahun di Bedahulu. Bung Karno menulis drama Rainbow, Krukut Bikutbi, Dr. Setan, dan lain-lain. Tampak di sini, bahwa naskah drama awal ini tidak hanya ditulis oleh sastrawan, tetapi juga oleh tokoh-tokoh pergerakan.

Sumpah Pemuda di Jakarta, yang memproklamirkan kesatuan bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia pada 28 Oktober 1928, telah menginspirasi lahirnya Poedjangga Baroe, tahun 1933, majalah yang banyak melahirkan sastrawan dan kegiatan sastra, baik roman, puisi, cerita pendek, naskah lakon, maupun esai.

Kehidupan Teater Modern Indonesia baru menampakkan wujudnya setelah Usmar Ismail menulis naskah teater yang berjudul Citra tahun 1943. Naskah lakon yang ditulis oleh Usmar Ismail bukan bertema tentang pahlawan-pahlawan epik atau tentang para bangsawan, melainkan tentang kehidupan sehari-hari atau tentang manusia Indonesia yang sedang menggalang kekuatan menuju pecahnya revolusi.

Grup Sandiwara Penggemar Maya yang didirikan oleh Usmar Ismail bersama D. Djajakoesoema, Surjo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah pada tanggal 24 Mei 1944, sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Teater Modern Indonesia di tahun 1950.

Terlebih setelah Usmar Ismail dan Asrul Sani berhasil membentuk ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) pada tahun 1955. ATNI banyak melahirkan tokoh-tokoh teater, di antaranya: Wahyu Sihombing, Teguh Karya, Tatiek Malyati, Pramana Padmodarmaja, Kasim Achmad, Slamet Rahardjo, N. Riantiarno, dan banyak lagi. Kemudian, sebagian menjadi penulis naskah lakon Indonesia.

Setelah ATNI berdiri, perkembangan teater dan naskah teater di tanah air terus meningkat, baik dalam jumlah grup maupun dalam ragam bentuk pementasan. Grup-grup yang aktif menyelenggarakan pementasan di tahun 1958-1964 adalah Teater Bogor, STB (Bandung), Studi Grup Drama Djogja, Seni Teater Kristen (Jakarta), dan banyak lagi, di samping ATNI sendiri yang banyak mementaskan naskah-naskah asing seperti Cakar Monyet karya W.W. Jacobs, Burung Camar karya Anton Chekov, Sang Ayah karya August Strinberg, Pintu Tertutup karya Jean Paul Sartre, Yerma karya Garcia Federico Lorca, Mak Comblang karya Nikolai Gogol, Monserat karya E. Robles, Si Bachil karya Moliere, dan lain-lain.

Naskah Indonesia yang pernah dipentaskan ATNI, antara lain: Malam Jahanam karya Motinggo Busye, Titik-titik Hitam karya Nasjah Djamin, Domba-domba Revolusi karya B. Sularto, Mutiara dari Nusa Laut karya Usmar Ismail dan Pagar Kawat Berduri karya Trisnoyuwono.

Teater Modern Indonesia semakin semarak dengan berdirinya Pusat Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki, yang diresmikan pada 10 November 1968. Geliat teater di beberapa provinsi juga berlangsung semarak. Terlebih setelah kepulangan Rendra dari Amerika dengan eksperimeneksperimennya yang monumental, sehingga mendapat liputan secara nasional, seperti Bib Bob, Rambate Rate Rata, Dunia Azwar, dan banyak lagi.

Kemudian, Arifin C. Noer mendirikan Teater Ketjil; Teguh Karya mendirikan Teater Populer; Wahyu Sihombing, Djadoek Djajakoesoema, dan Pramana Padmodarmaja mendirikan Teater Lembaga; Putu Wijaya Mendirikan Teater Mandiri; dan N. Riantiarno mendirikan Teater Koma. Bentuk naskah lakonnya tidak hanya untuk pertunjukan presentasional, tetapi juga representasional.

Semaraknya pertumbuhan Teater Modern Indonesia dilengkapi dengan Sayembara Penulisan Naskah Drama dan Festival Teater Jakarta, sehingga keberagaman bentuk pementasan dapat kita saksikan hingga hari ini.

Kemudian, kita mengenal Teater Payung Hitam dari Bandung, Teater Garasi dari Yogyakarta, Teater Kubur dan Teater Tanah Air dari Jakarta, dan banyak lagi. Grupgrup teater tersebut mempunyai bentuk-bentuk penyajian yang berbeda satu sama lain yang tidak hanya mengadopsi naskah lakon dari Barat, tetapi dengan menggali akar-akar teater tradisi kita dalam penulisan naskah lakonnya

B.   b. Pengertian Naskah

Naskah lakon adalah lakon dan cerita yang akan dipentaskan dalam sebuah teater. Naskah lakon dibuat dengan tujuan untuk dipentaskan di atas panggung . Bentuknya berupa cakapan atau dialog dengan bahasa lisan yang komunikatif.

Lakon ditulis oleh seorang penulis naskah lakon berdasarkan apa yang dilihat, dialami, dan dibaca atau diceritakan. Penulis kemudian menyusun rangkaian kejadian hingga mencapai puncaknya dan menemukan penyelesaian cerita.

Naskah lakon yang ditulis sebagai dasar untuk memproduksi film atau program televisi disebut skenario. Skenario merupakan bentuk tertulis dari gagasan atau ide yang menyangkut penggabungan antara gambar dan suara, dimaksudkan sebagai pedoman dalam pembuatan film, sinetron, atau program televisi.

Naskan lakon dapat ditulis berdasarkan cerita atau dongeng yang bersifat kedaerahan atau cerita tradisional. Adapun cerita atau dongeng tersebut antara lain sebagai berikut.

c. Unsur Naskah Teater

Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Unsur-unsur lakon teater sebagai berikut.

1 TEMA CERITA

Agar cerita menarik perlu dipilih topik, sebagai contoh tema masalah keluarga, misalnya topik pilih kasih.

2. AMANAT

Sebuah sajian drama yang menarik dan bermutu memiliki pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton.

3. PLOT

Lakon drama yang baik selalu mengandung konflik. Plot adalah jalan cerita drama. Plot berkembang secara bertahap yaitu sebagai berikut.

§  Eksposisi, tahap ini disebut tahap pergerakan tokoh.

§  Konflik, dalam tahap ini mulai ada kejadian.

§  Komplikasi, kejadian mulai menimbulkan konflik persoalan yang kait-mengait tetapi masih menimbulkan tanda tanya.

§  Krisis, dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik.

§  Keputusan, yang merupakan akhir cerita.

4. KARAKTER

Karakter atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri seorang tokoh dalam drama. Ada tokoh berwatak sabar, ramah, dan suka menolong, sebaliknya bisa saja tokoh berwatak jahat ataupun bisa juga tokoh berdialek suku tertentu.

5. DIALOG

Jalan cerita lakon diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menghidupkan plot lakon.

6. SETTING

Setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan. Oleh karena semua adegan dilaksanakan di panggung, panggung harus bisa menggambarkan setting yang dikehendaki. Penataan panggung harus mengesankan waktu dan menggambarkan suasana.

7. INTERPRETASI

Apa yang dipertontonkan ceritanya harus logis, dengan kata lain lakon yang dipentaskan harus terasa wajar, bahkan harus diupayakan menyerupai kehidupan yang sebenarnya.

D. MENYUSUN NASKAH LAKON

1  MEMBUAT NASKAH LAKON

Dalam menyusun naskah lakon terdiri dari prolog, dialog, petunjuk pengarang, dan epilog.

PROLOG

Prolog adalah bagian awal naskah lakon. Prolog berisi satu atau beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan.

DIALOG

Dialog adalah bagian naskah lakon yang berupa percakapan antara satu tokoh dan tokoh lainnya. Bagian ini terdiri dari nama-nama tokoh dan percakapannya.

PETUNJUK PENGARANG

Petunjuk pengarang adalah bagian naskah lakon yang memberi penjelasan kepada awak pementasan seperti sutradara, pemeran, dan penata artistik mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan dan sifat tokoh dalam drama. Biasanya petunjuk pengarang ditempatkan di dalam tanda kurung atau dicetak miring.

EPILOG

Epilog adalah bagian akhir pada naskah lakon, biasanya berisi kesimpulan pengarang mengenai cerita yang disertai nasihat atau pesan.

2. MENYUSUN ALUR CERITA

Alur cerita atau plot adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain. Mendeskripsikan alur cerita berarti kita telah membuat kerangka cerita. Jadi, sebelum membuat naskah lakon terlebih dahulu membuat deskripsi alur plot. Langkah-langkah menyusun alur atau plot yaitu sebagai berikut.

A. PELUKISAN AWAL CERITA

Pelukisan awal cerita merupakan struktur paling awal dalam pembuatan skenario yaitu pengenalan tokoh-tokoh yang dilengkapi dengan watak masing-masing (eksposisi). Struktur ini menyebutkan tokoh yang menjadi protagonis, antagonis, dan tritagonis. Tokoh antagonis memiliki sifat yang bertentangan dengan tokoh protagonis. Adapun tokoh tritagonis dibuat memiliki sifat yang dapat mendukung terjadinya pertikaian.

B. PERTIKAIAN AWAL

Tahap pertikaian awal dimulai dari bertemunya tokoh protagonis dan antagonis sehingga terjadi pertikaian (komplikasi). Pertikaian terjadi karena kedua tokoh memiliki kepentingan yang sama.

Sementara itu, tokoh tritagonis menambah pertikaian semakin berkembang karena sifatnya yang suka memfitnah, mengadu domba, dan mencari-cari kesalahan orang lain.

C. PUNCAK MASALAH

Puncak masalah merupakan puncak pertikaian antara tokoh protagonis dan antagonis (klimaks). Pada tahap ini semua sifat-sifat yang dimiliki tokoh dikeluarkan, tokoh protagonis sebagai orang penyebar dan pemaaf tetap bersabar dan memaafkan walaupun selalu mendapatkan tekanan-tekanan dari antagonisyang pemarah dan pendendam. Tokoh antagonis mengeluarkan segala sifatnya untuk menekan tokoh protagonis bahkan sampai pada penganiayaan atau bahkan pembunuhan.

D. PENYELESAIAN

Pada tahap penyelesaian ini terjadi penurunan pertikaian (resolusi). Tokoh protagonis akhirnya dapat menyadarkan tokoh antagonis. Setelah perbuatan-perbuatan tokoh tritagonis diketahui, akhirnya tokoh antagonis menyadari kesalahannya karena mendapatkan pengaruh buruk dari tokoh tritagonis.

E. KEPUTUSAN

Tahap akhir cerita merupakan keputusan tentang nasib para tokoh dalam cerita (katastrofe). Cerita dapat diakhiri sesuai denga keinginan pengarang. Dalam keputusan dapat diambil antara tokoh protagonis dan antagonis saling bersahabat, kemudian tokoh tritagonis meninggalkan mereka. Kadang ada juga dalam cerita berakhir dengan mengambang, semua keputusan diserahkan kepada penonton.

Comments

Popular Posts