KONSEP PERTUNJUKAN MUSIK TRADISIONAL

 KONSEP PERTUNJUKAN MUSIK TRADISIONAL

Pertunjukan adalah proses menyajikan karya seni dengan tujuan apresiasi bagi masyarakat penikmatnya. Adapun musik tradisional yang dimaksud pada modul ini adalah ragam musik etnik yang tumbuh berkembang di setiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertunjukan musik tradisional merupakan proses menyajikan materi musik tradisional kepada apresiator. Proses ini dapat dilakukan di lingkungan masyarakat pemilik kebudayaan setempat ataupun di luar kebudayaannya. Keunikan musik tradisional dan perubahan jaman yang sangat dinamis mengakibatkan bentuk dan jenis pertunjukan musik tradisional pun mengalami perkembangan.

Mengingat begitu ragam bentuk dan jenis pertunjukan musik tradisional di Indonesia, modul ini akan dibatasi pada pemahaman umum saja. Pemahaman secara spesifik diharapkan tumbuh dengan sendirinya pada diri siswa setelah mengapresiasi musik tradisional yang berkembang di daerah tempat tinggal siswa. Dengan demikian, pemahaman tentang konsep, bentuk dan jenis pertunjukan musik tradisional pada modul ini akan mendapatkan konteksnya pada kenyataan musik yang berkembang di daerah masing-masing.

pertunjukan musik tradisional di Indonesia sangatlah beragam, mulai pertunjukan yang sakral untuk kepentingan ritual sampai pada pertunjukan untuk kepentingan profan. Pertunjukan dilakukan oleh seniman baik secara perorangan maupun kelompok. Tempat pertujukan pun tidak dilakukan pada satu tempat yang sama. Beberapa kesenian dipertunjukan di dalam gedung dan beberapa yang lain dipertunjukan di lapangan/arena/jalanan.

Selain itu, pertunjukan musik tradisional tidak selalu berdiri sendiri (mandiri). Pada beberapa garapan sangat dimungkinkan terjadinya kerjasama (kolaborasi) antar seniman, baik pada bidang yang sama tetapi budaya musik yang berbeda maupun dengan lintas bidang seni seperti seni musik dengan seni rupa, tari, teater, sastera, film.

Demikian pula dengan perkembangan teknologi seperti internet, semua ini tidak pernah diabaikan oleh para seniman. Seniman selalu punya cara cerdas untuk memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari proses kreativitas. Sikap seperti ini sangat penting bagi keberlangsungan kesenian agar selalu berkembang dinamis. Sikap seniman musik tradisional, sekalipun selalu taat pada tata aturan (pakem ) yang diwariskan, namun dalam praktiknya selalu bersifat luwes dan terbuka untuk beradaptasi dengan lingkungan, perubahan, dan keperluan.

Baiklah, akan menarik kiranya kalau persoalan-persoalan di atas dibahas secara mendalam. Untuk itu, pembelajaran akan dilanjutkan pada tahap pemahaman materi pembelajaran. Hal ikhwal yang berkaitan dengan musik sakral, profan, garapan mandiri, garapan kolaborasi, pertunjukan langsung dan pertunjukan virtual akan dibahas lebih jauh pada bagian pemahaman materi pembelajaran.

1. Pengertian

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan penjelasan tentang istilah pertunjukan, musik, tradisi, dan tradisional sebagai berikut:

Pertunjukan adalah sesuatu yang dipertunjukan.

Musik adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Sekaitan pengertian ini, perlulah dijelaskan bahwa posisi seniman adalah subjek utama dalam proses penyusunan “sedemikian rupa” ini.

Tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Berhubungan dengan pengertian ini, tradisi dapat diartikan sebagai proses hidup yang terus berlangsung dari masa lalu sampai masa kini, bahkan terus diwariskan untuk masa depan.

Tradisional artinya menurut tradisi (adat).

Jadi, pertunjukan musik tradisional adalah proses mempertunjukan seni suara karya nenek moyang oleh seniman masa kini dengan merunut pada pola dasar dan aturan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun.

2. Konsep Pertunjukan Musik Tradisional

Seperti dapat dilihat pada gambar 1 sampai 6 di atas, pertunjukan musik tradisional sangatlah beragam. Berangkat dari keberagaman tersebut, konsep pertunjukan musik tradisional dapat diurai menjadi dua bagian besar, yaitu musik sakral dan musik profan. Musik profan pun dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian sesuai dengan konteks garapan seniman, di antaranya, garapan mandiri, garapan kolaborasi, pertunjukan langsung, dan pertunjukan virtual. Konsep-konsep ini akan dicoba diurai pada bahasan di bawah ini.

a. Musik Sakral

Sedyawati (1981:52-53) dalam bukunya berjudul “Pertumbuhan Seni Pertunjukan” mengkaitkan seni pertunjukan dengan peran lingkungan etnik. Pada lingkungan etnik ini, adat yang diwariskan turun temurun mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi rebah-bangkinya seni pertunjukan.

“Seni pertunjukan, terutama yang berupa tari-tarian dengan iringan bunyi-bunyian, sering merupakan pengemban dari kekuatan-kekuatan magis yang diharapkan hadir, tetapi juga tidak jarang merupakan semata-mata tanda syukur pada terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu”.

Sehingga tidaklah aneh kalau beberapa alat musik tradisional pada beberapa etnis masih disikapi sebagai benda sakral yang harus dijaga kesuciannya. Hal ini merupakan upaya seniman adat dalam menjaga kualitas upacara agar tetap suci dan transenden. Mengingat alat musik dan upacara yang dilakukan sangatlah sakral, maka musiknya pun bersifat sakral. Musik sakral tidak bisa dimainkan sekehendak hati. Diperlukan banyak persyaratan, penentuan waktu dan tempat yang tepat untuk memainkannya. Musik sakral lebih sering dimainkan di lingkungan masyarakat adat dan jarang dipertunjukan secara terbuka pada khalayak.

Pada awalnya, pertunjukan musik tradisional dilakukan untuk kepentingan ritual masyarakat adat seperti dijelaskan di atas. Namun sejalan dengan perubahan jaman, keyakinan sebagian masyarakat adat pun bergerak dinamis dan cenderung adaptif dengan perubahan. Beberapa aturan mengalami pelonggaran, namun demikian, inti keyakinan dan tata tertib upacaranya masih dipertahankan.

Beberapa contoh musik sakral untuk kepentingan ritual adat, di antaranya adalah Gamelan Gong dalam upacara Odalan di Bali; Seni Tarawangsa dalam upacara Ngalaksa di Sumedang, Jawa Barat; Gamelan Sekaten pada upacara Sekaten di Surakarta, Jawa tengah; Pasulingan atau Suling Lembang dalam upacara duka Pa’ Marakka di Toraja, Sulawesi Selatan; Gondang Sabangunan dalam upacara gondang mangalahat horbo lae-lae di Sumatera Utara

b. Musik Profan

Gambar. 7 (Upacara Odalan di Bali)          Gambar. 8 (Upacara Suku Parmalim,Sumatera Utara)

Sumber: http://bit.do/wikipedia-odalan    Sumber: http://bit.do/wordpress-parmalim

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa perubahan jaman turut serta memberikan pengaruh terhadap perkembangan pertunjukan musik tradisional. Peralihan dari desa ke kota termasuk perubahan teknologi dari sederhana ke rumit, pada akhirnya akan mengubah sistem pertunjukan dari sakral ke profan. Profan berarti tidak lagi berkaitan dengan tujuan upacara keagamaan. Artinya musik tradisional betul -betul dikemas untuk kepentingan pementasan dengan cara pengelolaan baru yang berbeda dengan cara adat.

Hal ini diungkapkan oleh Sedyawati (1981:54) bahwa, “Yang jelas, apabila kesenian itu dipindahkan dari lingkungan etnik ke lingkungan kota... sehubungan dengan kaidah efesiensi yang dianut di kota, maka suatu pergelaran seni pertunjukan hanya diselenggarakan di tempat dan waktu yang ditetapkan atas dasar kemungkinan terbanyak untuk membawa hasil---berupa pendapatan ataupun antusiasme penonton”.

Hal senada diungkapkan pula oleh Hardjana (1995:11) bahwa, “untuk menangani persoalan-persoalan yang ditumbuhkan oleh hubungan-hubungan antara ketiganya (seniman-karya seni-masyarakat) diperlukan sebuah cara atau sistem tertentu yang bermuara pada apa yang kita kenal sebagai sistem managemen kesenian”.

Artinya, musik tradisional pada akhirnya dipentaskan dengan tata kelola (managemen) yang baru. Beberapa jenis musik tradisional yang asalnya digunakan dalam kegiatan ritual adat, dikemas dan ditampilkan di gedung pertunjukan dengan durasi waktu yang dibatasi. Sekaitan dengan fenomena ini, gambar berikut akan menarik untuk diamati,

Gambar no. 9: Rampak Tarawangsa

Gambar no. 10: taganing dan keyboard

Sumber : http://bit.do/youtubewatch-

Sumber: http://bit.do/gramho-com-

rampak

taganing


Gambar 9 menunjukan bahwa sekalipun alat musik tarawangsa masih digunakan pada saat upacara padi (lihat kembali gambar 1 di atas), namun beberapa anak muda berusaha secara kreatif mengembangkan musik tarawangsa untuk kepentingan seni pertunjukan di atas panggung. Permainan alat musik tarawangsa dalam jumlah banyak adalah perkembangan baru yang berbeda dibandingkan dengan permainan dalam lingkungan masyarakat adat. Konsep pertunjukan pun berbeda, gambar 1 menunjukan pertunjukan musik tarawangsa sebagai bagian tidak terpisahkan dari upacara padi yang bersifat sakral, sementara gambar 9 menjelaskan adanya pertunjukan tarawangsa yang bersifat profan, dimana, musik tarawangsa dikemas untuk kepentingan pertunjukan di atas panggung. Pada kasus ini, seni tarawangsa akhirnya mempunyai dua fungsi; fungsi ritual dan sekuler (duniawi).

Demikian pula yang terjadi pada alat musik taganing (sejenis kendang) di Sumatera Utara. Pada suku Parmalim, alat musik ini digunakan untuk mengiringi upacara adat, namun bagi masyarakat perkotaan, alat musik ini digabungkan dengan beberapa alat musik band seperti keyboard, drum , gitar dan bass elektrik. Dengan demikian lagu yang dibawakannya pun jauh berbeda dibandingkan dengan repertoar lagu pada saat upacara adat. Seperti juga alat musik tarawangsa, alat musik taganing pun mempunyai dua fungsi; fungsi sakral dan sekuler.

Dua contoh di atas menunjukan adanya perubahan konsep pertunjukan musik tradisional, dari pertunjukan yang bersifat sakral menjadi profan. Namun demikian, tidak semua musik tradisional lahir dari lingkungan masyarakat adat. Beberapa kesenian lahir dari lingkungan keraton (bangsawan) seperti Gamelan Sekaten dan Gamelan Sari Oneng Parakansalak (lihat gambar 5), sebagian lagi sejak awal lahir sebagai seni rakyat yang profan. Sebagian mengalami pergeseran, sebagian lagi tetap bertahan dengan segala tata aturan adat yang mengikat. Semuanya hadir mewarnai kekayaan budaya Nusantara. Dengan demikian, sudah sepatutnya kita bersyukur dan selalu merawat keberagaman di bumi Indonesia yang indah ini.

Pada pertunjukan musik tradisional yang bersifat profan, masih terdapat hal lain yang berhubungan dengan konsep garapan serta cara pertunjukan. Konsep garapan yang dimaksud adalah garapan mandiri dan garapan kolaborasi. Sedangkan cara pertunjukannya dapat berupa pertunjukan langsung dan virtual.

* Garapan Mandiri

Apabila kalian kembali melihat gambar 9 dan10 di atas, nampak jelas bahwa musik tradisional dipertunjukan secara mandiri. Artinya pertunjukan ini betul-betul menampilkan garapan karya seni musik yang berdiri sendiri dalam budaya musik milik sendiri, atau tanpa digabung dengan bidang seni yang lain. Garapan seperti ini disebut garapan mandiri. Garapan mandiri menawarkan kesempatan kepada apresiatornya untuk menikmati keunikan karya seni musik secara utuh. Keindahan suara dan kepiawaian pemain dalam menyajikan musik akan memberikan pengalaman estetis bagi penikmatnya.

* Garapan Kolaborasi

Selain garapan mandiri, para seniman musik tradisional secara kreatif menjelajahi kemungkinan kerjasama (kolaborasi) dengan seniman lain, baik sesama seniman musik yang berbeda budaya maupun seniman lintas bidang seni. Garapan kolaborasi telah membuka ruang eksplorasi baru yang bermanfaat bagi perkembangan musik tradisional.

Musik tradisional gamelan digunakan untuk mengiringi tarian tradisional. Tentu saja, selain bekerjasama dengan bidang tari, terbuka pula kemungkinan bekerjasama dengan bidang seni teater, rupa, sastera, dan film.

Namun berbeda halnya dengan kesenian wayang. Wayang bukanlah garapan kolaborasi. Pertunjukan wayang adalah pertunjukan mandiri dan utuh yang didalamnya terdapat beragam unsur seni, mulai seni rupa (bentuk/rupa wayang), seni musik (gamelan pengiring wayang), seni tari (ibing/tarian wayang), teater (lakon wayang), sampai seni sastra (kakawen, nyandra dan bahasa tutur wayang).

Pada garapan ini, terjadi kerjasama pada bidang seni yang sama tetapi berasal dari budaya musik yang berbeda. Pada gambar tersebut terlihat musisi musik barat sedang berkolaborasi dengan musisi musik Sunda. Dalam prosesnya, kualitas permainan alat musik tarompet Sunda dieksplorasi dan dikolaborasikan dengan alat musik basson yang berasal dari musik barat. Keindahan dan keterampilan permainan kedua alat tersebut kemudian diapresiasikan kepada penonton sehingga penonton mendapatkan pengalaman estetis selama dan setelah pertunjukan ini.

* Pertunjukan Langsung

Pertunjukan musik tradisional dapat dipertunjukan secara langsung di dalam ruangan (gedung/ruang pertunjukan/panggung indoor) dan di luar ruangan (arena/jalanan/panggung outdoor). Prinsip pertunjukan langsung memberikan kesempatan terjadinya interaksi antara karya musik dengan pikiran dan perasaan penonton. Tak jarang, reaksi penonton seperti tepuk tangan akan langsung dirasakan oleh pemain musik saat pertunjukan dilakukan secara langsung. Pengalaman pertunjukan langsung sangat baik bagi pemain dan penonton musik sebagai bagian dari pengalaman estetis. Pengalaman ini pun sangat penting bagi peningkatan kualitas senimannya. Sehingga, karya yang diciptakan akan semakin baik di masa yang akan datang. Untuk melihat contoh pertunjukan langsung, coba lihat kembali gambar-gambar di atas, baik musik sakral maupun profan.

* Pertunjukan virtual

Pertunjukan virtual baru muncul sebagai fenomena seni pertunjukan sekitar abad ke-21 dan mengalami puncaknya pada tahun 2020 ini. Wabah covid-19 yang melanda dunia menuntut setiap orang untuk tinggal di rumah, bekerja di rumah, dan berkreativitas dari rumah. Dalam bidang musik, kehadiran teknologi internet menjadi solusi untuk menjembatani para pemain musik agar tetap bisa berkomunikasi dan bermain musik sekalipun tidak berhadapan langsung. Pertunjukan virtual menjadi fenomena baru dalam perkembangan seni pertunjukan di dunia. Hal tersebut terjadi pula pada pertunjukan musik tradisional. Larangan berkerumun untuk menghindari penyakit covid-19 dari pemerintah, memaksa para seniman musik tradisional untuk tetap bermain musik sekalipun tempatnya berjauhan. Namun demikian, pertunjukan virtual sekalipun menawarkan kecanggihan teknologi namun secara hakiki telah mengakibatkan kesenian kehilangan interaksi dengan penontonnya. Jarak yang terlalu jauh serta kendala teknis yang mungkin terjadi saat pertunjukan ditayangkan, mengakibatkan jiwa pertunjukan kesenian menjadi hilang. Untuk itu, pertunjukan virtual dapat dikatakan sebagai fenomena sesaat saja sebagai solusi sementara pada saat pendemi. Pertunjukan langsung tetap merupakan priotas utama yang layak dilakukan dalam pertunjukan musik tradisional.

Comments

Popular Posts