Tahap Perencanaan Pementasan Teater Tradisional
Tahap Perencanaan Pementasan Teater Tradisional
1. Memilih Naskah
Naskah adalah karangan yang berisi cerita atau lakon, serta memuat nama-nama dan lakon tokoh dalam cerita, dialog yang di ucapkan para tokoh, dan keadaan (set) panggung yang diperlukan. Selain itu naskah juga dilengkapi penjelasan tentang tata busana, tata lampu, dan tata suara (musik pengiring). Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah kesesuaian jumlah tokoh dengan jumlah anggota kelompok. Pertimbangan kedua adalah kemampuan untuk mewujudkan tata artistik diatas pentas. Naskah yang digunakan dapat berasal dari naskah drama yang sudah ada atau hasil karya sendiri.
Dalam memilih naskah lakon harus mempertimbangkan nilai nilai berikut.
a. Nilai filosofis
Naskah yang harus dipilih harus memberikan suatu perenungan pikiran yang luas.
b. Nilai artistik
Naskah yang dipilih harus memiliki nilai seni (keindahan) yang dalam dan luhur.
c. Nilai etis/etika
Naskah lakon harus bermanfaat bagi manusia secara menyeluruh, tidak sekedar memberikan keindahan karya seni tersebut. Nilai etis berarti pula nilai moral (baik dan buruk).
d. Nilai komersial
Naskah lakon harus memancing perhatian masyarakat atau penonton, dengan begitu akan dapat mendatangkan nilai jual.
2. Menentukan Sutradara
Dalam teater tradisional, awalnya tidak mengenal istilah naskah. Sutradara hanya menyampaikan benang merah cerita kepada pemain, banyaknya adegan/babak, selanjutnya pemain akan berimprovisasi untuk memerankan di atas pentas.
Melakukan pentas tanpa naskah memiliki kendala, salah satunya sangat memungkinkan terjadinya kemacetan dialog. Oleh karena itu, pada perkembanganya, teater tradisional membutuhkan keberadaan naskah, meskipun dalam bentuk yang sederhana.
Sutradara adalah orang yang bertugas mengoordinasikan seluruh bagian teater dengan pemahaman, kecakapan, serta daya imajinasi yang baik untuk menghasilkan pertunjukan yang berhasil.
a. Merencanakan produksi
Ketika merencanakan sebuah produksi pementasan, seorang sutradara harus memilih lakon atau naskah dengan pertimbangan hal-hal yang rasional. Contohnya adalah alasan memilih naskah untuk dipentaskan, sutradara harus mampu menangkap pesan dan tema naskah tersebut. Ketika sudah menemukan naskah yang baik, ia akan menentukan pokok penafsiran atas seluk-beluk lakon tersebut serta membagi naskah untuk dibaca bersama-sama. Setelah itu, sutradara akan memilih pemain disesuaikan dengan kebutuhan naskah (casting). Perencanaan terakhir adalah memilih staf atau kru yang nantinya akan bekerja bersamanya. Seorang sutradara harus membuat jadwal (time schedule) yang jelas, aagar seluruh kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
b. Memimpin latihan
Latihan adalah implementasi dari time schedule yang telah dibicarakan pada perencanaan. Periode latihan dapat dibagi menjadi empat periode besar, yaitu latihan pembacaan teks teater (reading), latihan blocking (pengelompokan), latihan action (kerja teater), serta pelancaran dan pengulangan terhadap semua yang telah dilatih.
Latihan untuk pemain berhubungan dengan pembinaan action, blocking, crossing pemain, serta penyesuaian dengan teknis pentas, dengan music, dan sound system. Pembinaan pemain juga menyangkut teknik muncul dan teknik menekankan isi dalam pementasan. Ketika selesai berlatih, sebaiknya sutradara menyediakan waktu berdiskusi untuk membuka kemungkinan agar terjadi kritik dan evaluasi, baik antarpemain, sutradara, maupun kru lain yang berhubungan dengan segi artistik.
c. Mengorganisasi produksi pementasan
Proses teater adalah sebuah proses organisasi yang merupakan bentuk kerja kolektif. Dalam organisasi, berbagai tipe orang dengan beragam fungsi tergabung dalam sebuah koordanis yang rapi. Jadi, keberhasilan suatu pertunjukan teater merupakan keberhasilan suatu seni organisasi, baik organisasi penyelenggaraannya (panitia produksi) maupun segi seni-seninya.
3. Pemilihan Pemain/Pemeran
Pemain adalah jantung dari pementasan teater, berjalan baik atau tidaknya sebuah pertunjukan bergantung padanya. Seorang pemain merupakan seniman yang tidak dapat bekerja tanpa dirinya sendiri karena karya seni dari seorang pemain dihasilkan melalui tubuh, suara, jiwa, serta hal-hal yang menyangkut rohaniahnya.
Seorang pemain yang berkualitas harus mampu meleburkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya. Berbagai potensi tersebut tidak serta-merta datang dengan sendirinya, tetapi perlu usaha dan upaya agar bias merasuk ke diri seorang pemain. Proses itulah yang akan menjadikan potensi tersebut melebur menjadi kesatuan utuh yang tidak terpisahkan. Potensi tersebut antara lain sebagai.
a. Potensi semangat
Potensi semangat adalah potensi yang dimiliki oleh seorang pemain yang lebih terfokus padas semangat melakukan proses latihan agar menjadi pemain yang berkualitas. Semangat akan muncul apabila seseorang
b. Potensi lingkungan
Pemain harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan karena lingkungan dapat menjadi guru yang sangat bermanfaat. Kekayaan pengalaman yang berkait dengan eksplorasi alam akan mempengaruhi pemeranan seorang pemain teater.
c. Potensi tubuh
Bukanlah wajah yang cantuik atau tampan, melainkan tubuh yang lentur, sanggup memainkan semua peran, mudah diarahkan, dan tidak kaku. Latihan dasar untuk melenturkan tubuh dapat dilakukan dengan cara berlatih tari, yoga, silat, anggar, dan lain sebagainya. Latihan demi latihan ini memiliki spessifikasi fungsi yang berbeda-beda.
d. Potensi driya
Potensi driya adalah semua panca indera. Semua panca indra perlu dilatih agar peka. Akan lebih susah jika harus melibatkan tiga panca indra sekaligus, seperti mata melihat objek, sementara telinga mendengarkan objek lain, dan kaki dihentakkan tidak seirama dengan objek yang dilihat dan didengar. Latihan ini memerlukan kosentrasi tinggi dan waktu yang lama.
e. Potensi akal
Seorang pemain harus cerdas dan tangkas. Kecerdasan dan ketangkasan bisa dimiliki jika seseorang pemeran terbiasa menggunakan akal, misalnya dengan membaca dan berolahraga.
f. Potensi hati
Perfasaan manusia sangat beragam dan silih berganti, kadang senang, sedih, tertawa, menderita, meratap, dan meronta. Semua itu ada kaitannya dengan hati. Oleh karena itu, melatih hati sebenarnya melatih kepekaan perasaan. Jijka perasaan seseorang peka, ia dapat segera merssakan suasana batinnya dan cepat pula bereaksi.
g. Potensi imajinasi
Untuk menjalankan peran, seseorang pemain harus memiliki imajinasi, misalnya membayangkan sesuatu agar sesuai dengan tuntutan naskah. Memperkaya imajinasi dapat dilatih dengan cara mengapresiasi puisi, melihat pameran, menonton pertunjukan, dan lain-lain.
h. Potensi vokal
Vokal seorang pemain harus jelas dan diucapkan dengan kekuatan agar mudah dicerna oleh penonton. Menyanyi, membaca puisi, maupun eksplorasi alam dengan melawan deru ombak laut, suara gemuruh lalu lintas dan suara gaduh di pasar bisa dilakukan untuk melatih teknik vokal.
i. Potensi jiwa
Seorang pemain harus mampu memerankan tokoh dengan penjiwaan. Penjiwaan dapat dibangkitkan melalui pengalaman dan pengamatan. Oleh karena itu, sebaiknya pemeran banyak melakukan pengamatan masalah kehidupan untuk menambah pengalaman.
4. Pemilihan Kru
Kru adalah pelaksana teknis kerja produksi, baik yang bersifat artistik (kebutuhan panggung) maupun yang bersifat administrative. Berikut contoh elemen dari sebuah grup teater dalam mengadakan sebuah produksi.
Bidang artistik
Art director/ pimpinan artistik
Stage manager
Property master
Penata cahaya
Penata kostum
Penata setting
Perias
Penata musik
Bidang administrasi
Pimpinan produksi
Sekretaris produksi
Keuangan produksi
Urusan dokumentasi
Urusan publikasi
Urusan pendanaan
Urusan karcis
Urusan kesejahteraan
Urusan perlengkapan
Setiap elemen mempunyai tugas masing-masing dan bertanggung jawab penuh atas tugas itu secara professional.
Comments
Post a Comment