NASKAH LAKON TEATER MODERN
A.
Pengertian Drama
Drama
sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu draomai yang berarti berbuat,
bertindak, dan sebagainya. Kata drama dapat diartikan sebagai suatu perbuatan
atau tindakan. Secara umum, pengertian drama merupakan suatu karya sastra yang
ditulis dalam bentuk dialog dan dengan maksud dipertunjukkan oleh aktor.
Pementasan naskah drama dapat dikenal dengan istilah teater. Drama juga
dapat dikatakan sebagai cerita yang diperagakan di panggung dan berdasarkan
sebuah naskah.
Pada umumnya, drama
memiliki 2 arti, yaitu drama dalam arti luas serta drama dalam arti sempit.
Pengertian drama dalam arti luas adalah semua bentuk tontonan atau pertunjukkan
yang mengandung cerita yang ditontonkan atau dipertunjukkan di depan khalayak
umum. Sedangkan pengertian drama dalam arti sempit ialah sebuah kisah hidup
manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan di atas panggung.
Menurut KBBI drama memiliki beberapa pengertian. Pertama, drama diartikan
sebagai komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan
kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.
Kedua, cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang
khusus disusun untuk pertunjukan teater. Ketiga, kejadian yan menyedihkan.
B.
Ciri-ciri Naskah
Drama
Ciri ciri Drama
- Drama merupakan prosa modern yang
dihasilkan sebagai naskah untuk dibaca dan di
pentaskan.
- Naskah drama boleh berbentuk prosa atau
puisi.
- Drama terdiri dari pada diaolog yang
disusun oleh pengarang dengan watak yang diwujudkan.
- Pemikiran dan gagasan pengarang
disampaikan melalui dialog-dialog watak-wataknya.
- Konflik ialah unsur-unsur penting dalam
drama. Konflik digerakan oleh watak-watak dalam plot,elemen penting dalam
skrip drama.
- Sebuah skrip yang tidak didasari oleh
konflik tidak dianggap sebagai drama yang baik.
- Gaya Bahasa dalam sebuah drama juga
penting karena menunjukkan latar masa dan masyarakat yang di
wakilinya,sekaligus drama ini mencerminkan sosiobudaya masyarakat yang
digambarkan oleh pengarang.
C.
Elemen Drama
1.
Isi Drama
Drama
merupakan saran bagi pembuatnya untuk menyampaikan pesan moral atau
pandangannya terhadap berbagai hal kepada para penonton dan masyarakat. Tema dijadikan
ide sentral dalam sebuah naskah drama. Tema merupakan sasaran, pesan, atau
pandangan yang ingin disampaikan oleh seorang penulis drama.
2.
Bentuk Drama
a.
Penyajian Drama Berdasarkan Bentuk
Sastra Cakapannya
1.
Drama
puisi, yaitu drama yang sebagian besar cakapannya disusun dalam bentuk puisi
atau menggunakan unsur-unsur puisi.
2.
Drama
prosa, yaitu drama yang cakapannya disusun dalam bentuk prosa.
b.
Penyajian Drama Berdasarkan Jenis Bahasa
Bentuk penyajian dialog dalam drama dapat dibedakan dari jenis
bahasa yang digunakan yaitu, gaya atau susunan kalimat yang dipakai dalam
penulisan dialog.
1.
Bentuk lirik music
Dalam bentuk ini, gaya
bahasanya mirip dengan gaya bahasa puisi. Bedanya, lirik diikat oleh bar, yaitu
potongan birama dalam setiap baris atau dialognya berbentuk nyanyian.
Pertunjukan yang menampilkan lirik sebagai dialog disebut OPERA atau pun
OPERET. Di Jawa, sejak jaman kerajaan pertunjukan ini di sebut
Langendriyan (Mangkunegaran Surakarta) dan Langenmandra Wanara (Yogyakarta).
2.
Bentuk dialek
Gaya bahasa yang dipakai
dalam penyajian drama diambil atau menggunakan bahasa percakapan sehari hari
yaitu logat daerah tertentu.
3.
Bentuk puisi
Gaya bahasa yang digunakan
dalam penyajian drama berupa susunan puisi, baik yang terikat maupun tidak
terikat pada rima. Mayoritas naskah drama Indonesia yang ditulis kisaran tahun
1940-1950 menggunakan bahasa puisi dalam gaya percakapannya.
c.
Penyajian Drama Berdasarkan Jenis Aliran
Aliran dalam drama adalah gaya atau bentuk penyajian yang
ditentukan oleh kecendrungan sikap atau pandangan yang tumbuh pada kurun waktu
tertentu yang kemudian berkembang menjadi pola.
1. Klasisme,
Aliran drama yang memiliki
aturan sangat ketat dibandingkan dengan drama yang lain dengan lakon lima
babak.
2. Neoklasisme
Aliran drama yang memiliki
bentuk dengan tiga segi yang mendasar, yakni kebenran, kesusilaan dan kegaiban.
Hal ini menjadi pedoman dari para penganut neoklasik adalah segenap alam
dikuasai oleh satu Tuhan.
3. Romantisme
Aliran drama yang muncul
sekitar abad ke 18. Bentuk drama yang lahir pada abad ini diwarnai oleh sikap
dan pandangan bahwa manusia dapat menemukan berbagai berkat keampuhan analisis
akalnya dan tindakan apapun bentuk nya dapat dituntun oleh sifat alamnya.
4. Realisme
Aliran drama yang muncul
sekitar abad 19. Bentuk drama yang tubuh pada abad ini sangat dipengaruhi oleh
tata nilai yang dibangun berdasarkan pemikiran kaum positivism, terutama karena
pengaruh buku Charles Darwin (The origin of the species)
5. Simbolisme atau neoromantisisme dan impresionisme
Drama yang umumnya
menampilkan tema tema terkait dengan kehidupan bersejarah seseorang atau
beberapa tokoh. Drama simbolisme dibuat untuk menampilkan persoalan persoalan
yang dianggap samara tau misterius, tetapi mengandung kenyataan atau kebenaran
yang mungkin dapat dipahami.
6. Ekspresionisme
Aliran dari abad ke 20 yang
menantang keampuhan realism.
7. Epic teater
Bentuk drama dari sekitar
perang dunia II yang dibenahi oleh Bertolt Brecht. Brecht menganggap teater
telah terkulai dalam keadaan lelah sehingga perlu adanya tenaga yang sanggup
mendenyutkannya lagi.
8. Absurdisme
Aliran yang muncul sekitar
tahun 1950 an. Aliran ini muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap aliran
aliran sebelumnya. Aliran ini bersifat tidak rasional, tidak pernah terjadi
atau tidak bisa dipikirkan. Ciri khas drama absurdisme biasanya menampilkan
segala dialog yang melompat lompat dan tidak ada alur. Kalau pun ada, alur yang
ada berputar putar tanpa ada pemecahan masalah secara tuntas.
d.
Penyajian Drama Berdasarkan Jenis Sajian
Sifat sifat dramatic sebuah naskah drama menjadi pedoman dalam
mengklasifikasikan jenis sajian drama.
1. Tragedi.
Menurut Aristoteles, lakon
tragedy adalah lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh
besar atau tokoh tokoh yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. Tujuan utama
lakon tragedy adalah membuat penonton merasakan pengalaman emosi melalui
pengidentifikasian diri para tokoh. Selain itu, lakon tragedy juga bertujuan
untuk menguatkan kembali kepercayaan diri sendiri sebagai bagian dari manusia.
2. Komedi
Menurut Aristoteles, lakon
komedi merupakan tiruan dari tingkah laku manusia biasa, yang merupakan
perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan sehingga menumbuhkan
tertawaan dan cemoohan. Lakon komedi adalah lakon yang mengungkapkan kelemahan
sifat manusia dengan cara yang lucu. Dengan cara ini, para penonton diajak
untuk dapat lebih menghayati kenyataan hidupnya.
3. Drama
Lakon serius yang menggarap
satu masalah yang mempunyai arti penting, yang memiliki segala rangkaian
peristiwa yang tampak hidup, mengandung emosi, konflik, daya Tarik memikat,
serta tidak diakhiri dengan kematian tokoh utamanya.
4. Satir
Lakon satir adalah lakon
yang mengemas perlakuan kejam, kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek
bahkan menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah kebaikan. Tujuan
drama satir tidak hanya semata mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai
sebuah kritik terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dengan cara yang
sangat cerdik. Lakon satir hamper sama dengan komedi , tetapi ejekan dan
sindiran dalam satir lebih agresif dan terselubung.
5. Melodrama
Pada mulanya, melodrama
merupakan bagian dari sebuah babak dalam opera yang menggambarkan suasana sedih
atau romantic yang diiringi alunan musik. Melodrama adalah sebuah lakon yang
isinya mengupas suka duka kehidupan dengan cara yang menimbulkan rasa haru
kepada penonton. Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh
dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan perasaan penonton.
3.
Kerangka Drama
Fungsi dari kerangka
dramatic ini adalah sebagai perangkat untuk dapat mengungkapkan pikiran
pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita.
Aristoteles mengatakan kerangka dramatic merupakan makna lakon.
Kerangka dramatic
mengandung enam elemen yakni, eksposisi, konflik, komplikasi, klimaks,
resolusi dan simpulan.
Gustav
Freytag. Freytag (1863) menggambarkan struktur dramtik yang bergerak
mengikuti elemen atau bagian, yaitu exposition, rising action, climax,
falling action dan denouement.
Struktur Freytag ini
dikenal dengan sebutan Piramida Freytag atau freytag’s
Pyramid.
1.
Exposition
Exposition adalah penggambaran awal dari sebuah lakon. Bagian ini berisi
tentang perkenalan karakter dan masalah yang akan digulirkan. Penonton diberi
informasi tentang masalah yang dialami atau konflik yang terjadi dalam karakter
yang ada dalam naskah lakon.
2.
Complication (rising
action)
Pada bagian ini, mulai
timbul kerumitan atau komplikasi dari jalinan peristiwa yang terjadi. Di sini
sudah mulai digambarkan perilaku karakter yang ingin mengatasi konflik.
3.
Climax
Climax adalah puncak dari laku lakon dan mencapai titik kulminasinya.
Pada titik ini, semua permasalahan akan terurai dan mendapatkan penjelasan
melalui laku karakter dan dialog yang disampaikan oleh para pemeran. Pada tahap
ini, penonton diharapkan akan mengalami katarsis atau proses pembersihan emosi
dan pencerahan pada jiwa penonton.
4.
Reversal (falling action)
Reversal adalah penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak saja berlaku
bagi emosi lakon, tetapi juga emosi penonton. Titik ini biasanya ditandai
dengan semakin lambatnya emosi permainan dan volume suara pemeran lebih
bersifat menenangkan. Selain menurunkan emosi lakon dan penonton, reversal juga
berfungsi memberi waktu kepada penonton untuk merenungkan apa yang telah
ditontonnya.
5.
Denouement
Denouement adalah penyelesaian dari lakon tersebut. Penyelesaiannya dapat berakhir dengan bahagia atau menderita.
Comments
Post a Comment